About Me

Foto saya
Malang, East Java, Indonesia

Kamis, 02 Desember 2010


KELOLA SAMPAH WILAYAH PERKOTAAN ALA PERUSAHAAN SWASTA 
Oleh : Fachrul Kurniawan

Musim hujan telah tiba, berarti musim banjir juga pasti akan dialami oleh masyarakat metropolis. Dan yang pasti sampah juga akan berserakan dijalan-jalan protokol akibat terbawa banjir, dan yang pasti masyarakat akan juga terkena berbagai penyakit mulai kulit sampai dengan ispa. Hal diatas senantiasa terjadi dalam tiap tahun dan yang terjadi adalah selalu lempar tanggungjawab antar instansi pemerintah mengenai bencana yang menimpa warga metropolis, dana miliaran rupiah pun seakan-akan terhapus banjir dalam beberap jam saja.

Wilayah perkotaan di Indonesia adalah merupakan kota metropolis yang berkembang bukan saja jumlah penduduknya, jumlah infrastrukturnya maupun jumlah gedung-gedung bertingkat tetapi jumlah sampahnya kian hari kian menumpuk bak gunung ditengah kota, artinya perkembangan apapun akan megeluarkan yang namanya sampah. Masalah sampah merupakan hal yang selalu menjadi perbincangan mulai dari kalangan akademisi, penguasa, pengusaha dan juga masyarakat metropolis. Hal yang mungkin untuk mengatasi problem sampah ini adalah kemauan dan kesadaran semua pihak untuk meletakkan segala persoalan dengan benar dan tidak selalu memanfaatkan segala kepentingan pribadinya dalam mengelola sampah. Pengelolaan sampah selama ini selalu dipegang oleh otoritas pemerintah yang notabene terlalu  banyak birokrasi yang kadang-kadang pada akhirnya melenceng dari tujuannya. Masih ingat kita tentang kasus TPA keputih kemudian TPA yang ada di Tandes. Sampai pada akhirnya warga metropolis menjadi sasaran  kerugian, kalau kita mau jujur seharusnya pengelolaan sampah harus dibuat seperti perusahaan swasta.

Singapore merupakan negara kecil yang sukses dalam mengelolan sampahnya, karena pengelolaan sampahnya dibuat dalam sistem yang benar-benar swasta. Dan yang paling penting tempat pengelolaan sampahnya mencerminkan sebuah pabrik  bukannya sebuah TPA yang berisi melulu sampah. Kalau mau jeli seharusnya anggota DPRD wilayah perkotaan di Indonesia mengadakan kunjungan keluar negeri nggak usah jauh-jauh yaitu ke Negara Singapore, yang jelas biayanya lebih murah tidak sampai milyaran rupiah dan ilmunya pasti dapat banyak, karena antara Singapore dan wilayah perkotaan di Indonesia secara geografis mempunyai banyak kesamaan. Kebetulan kami dulu pernah mengadakan kunjungan ketempat pengolahan sampah seluruh Singapore. Pengelolaan sampah disana layaknya sebuah pabrik yang ada didaerah Industri, tidak ada bau sampah dan juga tidak ada pakaian lusuh. Ya karena pengelolaan sampah disana sudah memakai sistem swasta, dimana seluruh sistemnya sudah memakai sarana teknologi dan juga berstandar Internasional. Dan yang paling penting sampah disana juga dijadikan target sumber dana. Sampah di Singapore dibedakan beberapa jenis sampah, mulai sampah rumah tangga, sampah dari perusahaan, sampah kimia dan non kimia yang semua itu mempunyai harga sendiri-sendiri untuk pengolahannya. Harganya sampah disana dihargai seperti kalau kita masuk jalan tol, dibedakan jenis sampahnya.

Sistem pengolahan disana semuanya memakai mesin dan dilakukan didalam ruangan tertutup sehingga sampah tidak sampai jadi bau yang menyengat hidung. Semuanya dilakukan dalam sistem yang terkontrol oleh komputer dan yang menarik adalah hasil olah sampah disana djadikan banyak macam contohnya untuk membuat proyek infrstruktur. Sistem kelola sampah secara swasta akan sangat membantu problem warga metropolis dalam menghadapi sampah. Nggak perlu tempat yang  begitu luas seperti TPA maka wailayah perkotaan di Indonesia bisa bebas sampah. Dan yang penting adalah proyek sampah ini harus benar-benar transparan, karena kalau tidak jujur dan transparan akan menjadi sia-sia proyek ini. Yang pasti hasil dari pengolahan sampah seperti sistem di Singapore akan menjadi banyak manfaatnya, misal hasil pengolahan yang sudah berwujud seperti debu dapat digunakan untuk menguruk laut agar menjadi daratan atau untuk menguruk tempat yang terlalu dalam seperti jurang dan lain sebagainya. Yang jelas hasil pengolahan tidak menjadi sumber penyakit.

Pengolahan sampah ala Singapore ini juga bisa mendatangkan pendapatan asli daerah (PAD), dimana sampah yang akan diolah akan dikenakan retribusi berdasakan  dengan jenis sampahnya.  Misal jenis sampah rumah tangga kira-kira akan dikenakan Rp. 250,- per kilonya atau sampah perkantoran dikenakan Rp. 500,- per kilonya, kemudian dana itu selain masuk APBD juga disishkan untuk mengembalikan modal awal mendirikan pabrik sampah tersebut, dan juga disisihkan untuk operasional dan maintenance peralatan pabrik sampah. Pebrik sampah ini nantinya juga harus mendapatkan maintenance yang benar-benar extra, karena jika mendapatkannya maka pabrik sampah tersebut juga akan menjadi layaknya sebuah TPA. Tidak perlu menggusur tanah warga yang ujung-ujungnya adalah bentrok dengan anak bangsa sendiri karena pabrik sampah ini sangat layak untuk didirikan didaerah industri.


  
Catatan : penulisan ini dibuat 17 Desember 2005 setelah penulis mengunjungi pabrik pengolahan sampah di Singapore.

Tidak ada komentar: